Minggu, 03 September 2017

Ceramah Tentang Bulan Ramadhan Penuh Berkah Hikmah

Ceramah Tentang Bulan Ramadhan Penuh Berkah Hikmah - Tiada kata yang paling indah untuk diucapkan selain memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya sehingga pada kesempatan ini, tahun ini, kita masih diberikan kekuatan, napas serta kesehatan sehingga kita masih dipertemukan oleh bulan Ramadhan 1437 Hijiriah. Marilah kita sambut Ramadhan dengan perasaan riang gembira serta mengucapkan “Marhaban ya Ramadhan 1437 H” sambutan yang berarti penuh kegembiraan, lapang dada, suka cita dan tidak ada batasan pada tamu yang sangat dinantikan oleh seluruh umat islam seluruh dunia.
Jamaah Tarwih yang dirahmati oleh Allah SWT
Ceramah Tentang Bulan Ramadhan Penuh Berkah Hikmah
Ceramah Tentang Bulan Ramadhan Penuh Berkah Hikmah
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, dimana seribu bulan lain tiada cukup dijadikan sandingannya. Bulan yang di dalamnya dilipatgandakan pahala tentu kaum muslimin tidak ingin rugi dalam meraup "keuntungan" dalam bentuk amal yang berlipat ganda.

Dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan tentunya dibutuhkan persiapan tekad dan kesehatan yang kuat agar ibadah yang kita lakukan bisa penuh selama bulan Ramadhan. Mengapa semua itu perlu? Karena pada bulan Ramadhan manusia dilatih untuk melawan hawa dan nafsu dimana pada bulan-bulan lainya manusia dapat dengan bebas melakukannya selain itu, kesehatan juga sangat dibutuhkan untuk tetap dapat menghidupkan amalan baik di bulan Ramadhan seperti Puasa, Sholat dan Tadarus yang tiada lain ditujukan kecuali kepada Allah SWT.

Apa makna Puasa bagi kaum Muslimin

Puasa adalah salah satu kewajiban bagi setiap muslimin dan juga merupakan rukun islam yang keempat. Dalam Al-Qur'a, Kata Shiyam (As-Shiyam) merujuk pada puasa menurut syariat. Etimologi dari kata ini terbentuk dari kata Sha-wa-ma yang berarti "berhenti", "menahan", atau "tidak bergerak". Menurut ulama, arti kata ini berarti manusia diperintahkan untuk menahan diri dari beberapa aktivitas yang dibolehkan pada bulan-bulan lain. Shaum (berpuasa) kemudian dibatasi melalui contoh yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW karena hukum asal mula ibadah adalah Haram kecuali yang telah ditunjukkan. Puasa yang dimaksud adalah menahan hawa dan nafsu baik itu makan, minum mengeluarkan mani atau mazzi secara sengaja mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

Al-qur’an menggunakan kata shiyam dalam arti puasa menurut hukum syariat. Secara bahasa, kata shiyam yang berakar dari huruf-huruf sha-wa-ma berarti “menahan” dan “berhenti” atau “tidak bergerak”. Manusia yang berupaya menahan diri dari suatu aktifitas – apapun aktifitas itu – dinamai shaim (berpuasa). pengertian kebahasaan ini dipersempit maknanya oleh hukum syariat, sehingga puasa (shiyam) hanya digunakan untuk “menahan diri dari makan, minum dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari” dan niatnya karena Allah SWT dan telah diberikan petunjuk melalui Rasulullah SWT.

Hal ini saya anggap perlu ditekankan, karena tidak semua orang melakukan puasa karena Allah SWT. Beberapa orang menuntut ilmu dengan cara berpuasa padahal tidak pernah ada petunjuk sebelumnya dari Rasulullah SAW baik berupa perbuatan dan juga perintah. Sungguh perbuatan tersebut adalah perbuatan yang sia-sia dan jika salah niat akan bergeser ke Syirik. Nauzu Billah Min Dzallik.

Jamaah Tarwih yang dimuliakan oleh Allah SWT

Namun ada beberapa hal yang kadang terlewatkan oleh kaum muslimin dalam menjalankan ibadah puasa, yakni pemahaman mengenai puasa yang dibatasi hanya sebatas menahan lapar, haus dan nafsu padahal penjelasan mengenai puasa juga harus menahan hal-hal yang lain seperti amarah dan bicara. Seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Maryam ayat 26. Selain itu menurut para ulama, Puasa memiliki tujuan untuk melatih jiwa manusia tidak untuk dapat berbuat dan berlaku lebih baik dan yang paling utama adalh melatih Jiwa manusia untuk bersabar dan latihan ini hanya bisa dilakukan oleh diri sendiri dan untuk diri sendiri pula, sehingga jikalau seorang muslim tidak berpuasa yang rugi adalah dirinya sendiri seperti dalam sebuah hadis Qudsi yang menyatakan bahwa: Al-Shaumu liy wa Ana Ajziy yang aritnya Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberi ganjaran (HR. al-bukhari) dipersamakan oleh banyak ulama dengan firman Allah SWT dalam QS. az-Zumar 39:10

Yang pertama, bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung dan penuh keberkahan. Sehingga dapat dikatakan Ramadhan merupakan ‘musim seminya’ Al Quran. Keagungan dan keberkahan Ramadhan karena satu malam yang nilai ibadahnya lebih baik dari 1.000 bulan. Yakni malam Lailatul Qadar. Hal ini dijelaskan Allah swt: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan malam Lailatul Qadar. Apakah malam Lailatul Qadar? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbitnya fajar.” (QS. Al Qadr :1-5)
Kedua, pelipatgandaan pahala kebaikan. Pahala sunnah dinilai sebagai pahala yang wajib, bahkan satu kebaikan dibalas 70 kebaikan. Subhanallah!
Ketiga, bulan kesabaran. Ketika terbit fajar hingga terbenamnya matahari merupakan sebuah proses pembentukan karakter sabar. Sebagaimana Allah berfirman:”Jadikanlah sabar dan shalat itu sebagai penolong kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”(QS. Al Baqarah : 153)
Keempat, Ramadhan merupakan bulan ‘semangat sosial’ seorang yang melakukan puasa merupakan orang yang memiliki kepekaan sosial yang sangat tinggi. Tidak dapat dipungkiri Ramadhan merupakan kegiatan bersedekah yang fenomenal. Maka tak heran para ulama membolehkan membayar zakat fitrah pada awal puasa.

Sesungguhnya Allah Ta’ala mengkhususkan bulan Ramadhan di antara bulan-bulan lainnya dengan keutamaan yang agung dan keistimewaan yang banyak. Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).

Di dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala menyebutkan dua keistimewaan bulan Ramadhan yang agung, yaitu:

Keistimewaan pertama, diturunkannya Al-Qur’an di dalam bulan Ramadhan sebagai petunjuk bagi manusia dari kegelapan menuju cahaya. Dengan kitab ini, Allah memperlihatkan kepada mereka kebenaran (al-haq) dari kebatilan. Kitab yang di dalamnya terkandung kemaslahatan (kebaikan) dan kebahagiaan (kemenangan) bagi umat manusia, serta keselamatan di dunia dan di akhirat.

Keistimewaan ke dua, diwajibkannya berpuasa di bulan tersebut kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika Allah Ta’ala memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya (yang artinya),” Karena itu, barangsiapa d antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)

Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam, di antara kewajiban yang Allah Ta’ala wajibkan, dan telah diketahui dengan pasti bahwa puasa Ramadhan adalah bagian dari agama, serta berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin. Barangsiapa yang mengingkarinya (kewajiban puasa Ramadhan), maka dia telah kafir.

Barangsiapa yang berada di negeri tempat tinggalnya (mukim atau tidak bepergian) dan sehat, maka wajib menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya),” Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” (QS. Al-Baqarah [2]: 185) Dan barangsiapa yang bepergian (musafir) atau sakit, maka wajib baginya mengganti puasa di bulan yang lain, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)

Dari sini jelaslah bahwa tidak ada keringanan untuk tidak berpuasa di bulan tersebut, baik dengan menunaikannya di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan kecuali bagi orang yang sudah tua renta atau orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya. Kedua kelompok tersebut tidaklah mampu berpuasa, baik di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan. Bagi keduanya terdapat hukum (aturan) lain yang akan datang penjelasannya, in syaa Allah.

Dan termasuk di antara keutamaan bulan Ramadhan adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shahihain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

“Jika bulan Ramadhan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan setan-setan dibelenggu”

Hadits ini menunjukkan atas keistimewaan yang agung dari bulan yang penuh berkah ini, yaitu,

Pertama, dibukanya pintu-pintu surga di bulan Ramadhan. Hal ini karena banyaknya amal shalih yang disyariatkan di bulan tersebut yang menyebabkan masuknya seseorang ke dalam surga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl [16]: 32).

Kedua, ditutupnya pintu-pintu neraka di bulan ini, disebabkan oleh sedikitnya maksiat yang dapat memasukkan ke dalam neraka, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39)

“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya)” (QS. An-Nazi’at [79]: 37-39).

Dan juga firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا

“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya baginyalah neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya” (QS. Jin [72]: 23).

Ketiga, setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan. Setan tidak mampu untuk menggoda (menyesatkan) manusia, menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan, atau memalingkan manusia dari amal shalih, sebagaimana yang setan lakukan di selain bulan Ramadhan. Tercegahnya manusia -di bulan yang penuh berkah ini- dari melakukan berbagai hal yang keji merupakan rahmat untuk kaum muslimin, sehingga mereka pun memiliki kesempatan untuk mengerjakan berbagai amal kebaikan dan menghapus dosa-dosa mereka.

Dan termasuk dalam keutamaan bulan yang penuh berkah ini adalah dilipatgandakannya amal kebaikan di dalamnya. Diriwayatkan bahwa amalan sunnah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang sama dengan amal wajib. Satu amal wajib yang dikerjakan di bulan ini setara dengan 70 amal wajib. Barangsiapa yang memberi buka puasa untuk seorang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka, dan baginya pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala oarang yang berpuasa tersebut sedikit pun.

Semua kebaikan, berkah, dan anugerah ini diberikan untuk kaum muslimin dengan datangnya bulan yang penuh berkah ini. Oleh karena itu, hendaklah kaum muslimin menyambut bulan ini dengan kegembiraan dan keceriaan, memuji Allah yang telah mempertemukannya (dengan bulan Ramadhan), dan meminta pertolongan kepada-Nya untuk dapat berpuasa dan mengerjakan berbagai amal shalih di bulan Ramadhan.

Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan yang agung dan mulia, bulan yang penuh berkah bagi umat Islam. Kami memohon kepada Allah Ta’ala untuk menganugerahkan keberkahan bulan Ramadhan kepada kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar